JAKARTA, PANJI RAKYAT: Bawaslu buka suara terkait kejadian bagi-bagi uang pada masa sosialisasi sekarang ini, seperti yang terjadi di Sumenep beberapa waktu lalu, tak bisa dikategorikan sebagai pelanggaran politik uang.
Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja menerangkan, terkait itu hanya keterbatasan regulasi teknis yang mengawal kampanye dan sosialisasi parpol pemilu.
BACA JUGA: KPU Diberi Dukungan Jokowi, Banding Putusan Kontroversi PN Jakpus
Rahmat melanjutkan, pada dasarnya pelaksanaan kampanye dan sosialisasi diatur Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) 33/2018.
Mengingat pada kejadian bagi-bagi amplop berlogo partai PDIP di masjid milik Plt. Ketua DPD PDIP Jawa Timur, Said Abdullah, membuktikan ruang gerak Bawaslu terbatas dalam menindak dugaan pelanggaran pemilu, karena regulasi yang ada itu tak menaunginya.
“Sehingga kemudian aturan-aturan tentang sosialisasi akan menjadi penting untuk dilakukan, untuk diperbaharui ke depan,” kata Bagja saat jumpa pers di Kantor Bawaslu RI, Jalan MH Thamrin, Gondangdia, Jakarta Pusat, Kamis (6/4).
Ditegaskan oleh Bagja, Bawaslu sekarang harus mau tidak mau erujuk pada aturan terkait kampanye dan sosialisasi yang masih berlaku, yaitu PKPU 33/2018. Sehingga, kejadian bagi-bagi amplop berlogo PDIP di Sumenep tidak masuk kategori pelanggaran pemilu.
“Hasil pemeriksaan dan klarifikasi Bawaslu menunjukkan bahwa tidak terdapat dugaan pelanggaran pemilu dalam peristiwa tersebut,” sambung bagja menegaskan.
Lebih lanjut, kata Bagja, menilik kebutuhan perubahan regulasi teknis kampanye dan sosialisasi, juga bisa dilihat dari perbedaan dinamika teknis penyelenggaraan pemilu sekarang ini dengan sebelumnya.
“Apa bedanya? Massa sosialisasi (di Pemilu 2024) lebih panjang dari massa kampanye. Sedangkan di tahun 2019 massa kampanye lebih panjang daripada massa sosialisasi. Itu perbedaan yang sangat mendasar,” tandasnya.
BACA JUGA: Partai Prima Tak Cukup Gugat KPU, Sampe Lakukan Ajuan PK Ke PTUN