JAKARTA,PANJI RAKYAT: Hasil uji materil aturan batas calon wakil presiden (capres-cawapres), telah diputus oleh Mahkamah Konstitusi, kembali menjadi bahasan publik.
Dua pakar hukum tata negara, Denny Indrayana dan Zainal Arifin Mochtar menyoroti akan hal itu. Mereka melayangkan gugatan uji formil ke MK, terkait Pasal 160 huruf q UU 7/2017 tentang Pemilu yang diubah putusan MK atas perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023.
Kuasa hukum Denny dan Zainal, M. Razif hadir dalam Sidang Sidang Pendahuluan Permohonan Perkara Nomor 145/PUU-XXI/2023, di Ruang Sidang Utama Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (28/11/2023).
BACA JUGA: Nomor Urut 2 Prabowo-Gibran Diyakini Pertanda Baik, Pedenya 2024 Indonesia Emas
“Sebetulnya permohonan ini dasar background-nya adalah restorasi keadilan konstitusional. Mengembalikan kondisi konstitusional itu ke keadaan semula,” ujar Razif.
Ia menjelaskan, alasan mengapa gugatan itu dilayangkan lantaran merujuk Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang berlaku saat ini terbukti bermasalah dalam proses pembentukannya.
Sebab, batas usia capres-cawapres yang diberlakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI adalah aturan hasil uji materiil Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023, yang diubah MK yang kala itu dipimpin Anwar Usman.
“Kenapa? Putusan 90 yang memaknai Pasal 169 huruf q UU Pemilu, itu kan sudah terbukti di Mahkamah Etik sarat akan konflik kepentingan, dan banyak sekali permasalahan di dalamnya,” ungkitnya.
Oleh sebabnya, kata Razif, dua kliennya menuntut MK agar mengkoreksi aturan batas capres dan cawapres dari hasil putusan saat dipimpin Anwar Usman. Sekaligus, meminta pencawapresan Gibran dibatalkan. Pasalnya, dengan adanya aturan itu, Gibran menjadi diuntungkan, meski belum berusia 40 tahun tapi menjabat kepala daerah.
“Itu memang konsekuensi yang paling rasional ya, karena tidak boleh ada seseorang yang diuntungkan. Itu yang harus dilakukan (membatalkan Gibran sebagai cawapres 2024),”demikian Razif.