JAKARTA, PANJI RAKYAT: Pemerintah sedang menanti setoran pajak dari industri sawit. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Pandjaitan mengatakan, ada sembilan lahan sawit yang belum membayar pajak.
Terkait ini, telah dimasukkan ke dalam audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKB) dari hasil laporan Badan Pengelola Dana Kelapa Sawit (BPDKS).
BACA JUGA: Kadindes Lampung di Lobi Gedung KPK, Bawa Majalah Buat dibaca Atau Nutupin Muka?
Luhut menjelaskan, terdapat lahan kelapa sawit di Indonesia ada 20,4 juta ha. Sementara yang tertanam sawit itu 16,8 juta ha.
“Dari 16,8 juta ha itu, ternyata tidak semuanya membayar pajak. Hanya 7,3 juta ha yang bayar pajak. Sekarang kita kejar itu,” tegas Luhut dalam seminar yang digelar Ikatan Alumni ITB di Jakarta, kemarin.
Hasil audit itu, kata Luhut, telah dilaporkan ke Presiden Jokowi dan juga Menteri Keuangan Sri Mulyani. Terkait hal ini,
penarikan pajak sawit dilakukan dengan sederhana. Misalnya, dengan cara militer.
Adapun yang dimaksud Luhut itu, memberikan penalti terhadap pengemplang pajak kelapa sawit daripada menempuh jalur hukum.
“Saya bilang ke Presiden Jokowi, nggak usah dibawa ke legal, penalti saja karena ini melanggar aturan. Jadi, perusahaan sawit kena penalti, ditentukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) berapa nilai penaltinya,” jelas Luhut.
Jika bandel tak kunjung mau bayar, kata Luhut, lahan-lahan itu berpotensi bisa diambil alih oleh pemerintah untuk dikelola oleh BUMN Nusantara PTPN.
Kalau dibawa ke pengadilan, nanti seperti BLBI, 23 tahun nggak selesai. Ada pengadilan macam-macam sampai langit ke tujuh. Jadi, sederhana saja kita buat. Sepanjang nggak ada kepentingan politik,” ucapnya.
Di sisi lain, Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Piter Abdullah mengatakan, macetnya sirkulasi pembayaran pajak tersebut, tak lepas dari banyaknya lahan kelolaan yang dimiliki petani kecil.
Menurutnya, para petani kecil umumnya memang tidak atau belum membayar kewajiban pajak.
BACA JUGA: Kadindes Lampung di Lobi Gedung KPK, Bawa Majalah Buat dibaca Atau Nutupin Muka?