JAKARTA, PANJIRAKYAT: Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menjelaskan perubahan iklim, yang bermula dari pemanasan suhu permukaan air laut, disebut menjadi salah satu penyebab cuaca ekstrem yang terekskalasi menjadi rentetan badai merusak.
“Dalam kondisi normal, saat peralihan musim memang bisa membangkitkan cuaca ekstrem. Tapi yang kita lihat sekarang ini tidak biasa,” kata Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN, Erma Yulihastin melansir RRI, Kamis (14/11/2024).
Erma mengambil contoh, cuaca ekstrem yang menyebabkan banjir besar di Valencia, Spanyol, pada akhir Oktober lalu, juga akibat dari pemanasan suhu permukaan air laut. Menurutnya, hal ini tidak lepas dari lokasinya yang berada di dekat laut lepas.
“Hujan dengan intensitas sangat tinggi terbentuk di laut dan ditransfer menuju ke darat. Hujannya terjadi di dataran tinggi dan mengalir sampai ke kota hingga terjadi banjir bandang,” ucapnya.
Ia juga menyebutkan, pemanasan suhu air laut dapat melahirkan gulungan awan Cumulonimbus (awan Cb). Gulungan awan tebal ini menjadi badai dahsyat yang sifatnya bisa sangat luas.
“Hujan badai akhir-akhir ini bukan dari awan Cb yang single. Sifatnya sangat tidak lokal,” katanya.
Maka dari itu, dirinya mengajak masyarakat untuk memberi perhatian terhadap pemanasan air laut. “Karena hal ini membuat cuaca ekstrem semakin tereskalasi,” ujarnya.
Sebelumnya, stasiun cuaca di Valencia, Spanyol, mencatat curah hujan mencapai 491 milimeter pada tanggal 29-30 Oktober 2024. Curah hujan ini terjadi hanya dalam 8 jam, yang setara dengan curah hujan setahun.
Hujan ekstrem ini menyebabkan sungai-sungai meluap dan menjadi banjir bandang dahsyat. Pemerintah setempat mencatat jumlah korban jiwa dari bencana tersebut mencapai lebih dari 200 orang.
(Saepul)