JAKARTA, PANJIRAKYAT: Peternak ayam rugi Rp20 miliar per bulan lantaran harga jual ayam hidup (live bird) anjlok di bawah harga pokok produksi (HPP).
Ombudsman RI bakal memanggil Kementerian Pertanian (Kementan) dan Badan Pangan Nasional (Bapanas) untuk mencari solusi terkait permasalahan ini.
Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra mengatakan, ada sejumlah poin yang perlu dijelaskan Kementan melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, serta Badan Pangan Nasional.
Untuk Kementan, Ombudsman perlu mendapat penjelasan ihwal sistem pelayanan publik yang diterbitkan sebelumnya. Misalnya, pemberian kuota impor unggas, poin ini dinilai penting karena pengawasan kuota impor yang lemah berdampak buruk bagi peternak lokal.
“Dari Kementan dua hal, pertama tentunya yang akan Ombudsman kejar adalah sejauh mana kemampuan, dalam hal ini Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan mengawasi dari pelayanan publik yang dikeluarkan,” kata Yeka, dalam keterangannya Rabu (28/8/2024).
“Apa pelayanan publiknya? Yaitu pemberian kuota impor, karena kalau kuota impor tidak diawasi maka akan menimbulkan masalah seperti sekarang ini,” paparnya.
Keterangan lain yang akan dimintai Ombudsman kepada Kementan adalah program perlindungan dan pemberdayaan peternak. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari amanah Undang-undang (UU) dan Aturan Menteri Pertanian (Permentan) terkait perlindungan peternak.
“Kedua, yang akan dikejar itu Kementan dalam hal ini program dan pemberdayaan peternak. Industri unggas itu salah satu industri besar, tanpa intervensi pemerintah dalam hal ini pemerintah menciptakan apa, cuma bikin izin-izin aja, tapi di satu sisi itu bisa membunuh peternak kalau pemerintah tidak memiliki program perlindungan,” kata dia.
Untuk Bapanas, lanjut Yeka, Ombudsman perlu mendapat penjelasan soal langkah menjamin harga pangan, dalam hal ini ayam yang dihasilkan para peternak lokal.
“Sepanjang harganya ini kebijakannya tidak, harus didorong, arah Ombudsman itu kepada sebuah kebijakan yang mampu memberikan keadilan kepada peternak, yaitu dalam bentuk jaminan. Ada dua, bisa dibuat jaminan paksa atau jaminan harga,” ucap Yeka.
“Jaminan paksa berarti program-program yang stunting, program bantuan pangan itu bisa merupakan, misalnya gini, contoh bantuan pangan kan dalam bentuk beras, bisa saja di extend dalam bentuk beras dan ayam, kan bagus tuh, kan gizinya bukan stunting aja, tapi menyeluruh masyarakat miskin nanti terjamin, pasar ini harus dicarikan pemerintah,” tuturnya.
Adapun, Komunitas Peternak Unggas Nasional (KPUN) baru saja mengajukan aduan ke Ombudsman akibat harga komoditas unggas di pasaran berada di bawah pokok produksi. Kondisi ini membuat peternak merugi hingga Rp20 miliar per bulan.
Ketua KPUN Alvino Antonio mengatakan, sejak Juli tahun ini harga ayam di pasar turun drastis, bahkan pernah menyentuh titik terendah, yakni Rp 14.500 per kilogram (kg) periode 28-29 Juli 2024. Sementara harga HPP saat itu berada di posisi Rp 21.000 per kg.
“Jadi kedatangan kami ke sini, ke Ombudsman ini ingin mengadukan terkait dengan masalah perunggasan yang sampai hari ini belum selesai,” kata Alvino saat ditemui di kantor Ombudsman.
Dia mencatat, penurunan terjadi sejak 5 Juli lalu di beberapa daerah, seperti Banten dan Jawa Barat (Jabar). Pada tanggal tersebut, harga ayam di Banten per kilogram turun menjadi Rp18.000 per kg.
“Kami mulai dari tanggal 5 Juli ini kami ambil patokan di Banten, jadi di Banten itu harganya sudah Rp18.500 – Rp 20.000, tapi realisasi harganya di bawah itu Rp 500 – Rp1.000, jadi di Banten sekitar Rp18.000 itu tanggal 5 Juli,” paparnya.
BACA JUGA: Naik! Pemerintah Ajukan Anggaran Rp504,7 Triliun untuk Bansos 2025
Sementara, harga ayam di Bogor dan Depok ada di angka Rp 19.000 – Rp 20.000 per kg. Dengan begitu, harga unggas di dua kota Jawa Barat ini di bawah Rp 2.000 dari HPP.
“Di HPP sekitar Rp21.000 karena harga di DOC (Day Old Chick) masih harga Rp 7.500 sampai Rp8.500. Itu di Juli, berarti di bawah harga HPP Rp2.000,” jelas dia.
(Agung)