JAKARTA, PANJIRAKYAT: Anggota Dewan Pers, Abdul Manan menilai, uji materi terhadap Pasal 8 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers bermakna ganda terkait perlindungan hukum bagi wartawan. Pasal 8 dalam UU Pers berbunyi: “Dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum”.
“Pasal 8 UU Pers, menurut saya memang sangat multitafsir karena hanya mengatakan bahwa wartawan dalam menjalankan profesinya mendapatkan perlindungan hukum, tetapi perlindungan hukum seperti apa yang bisa dilakukan? Nah itu kan terlalu abstrak,” ujar Abdul dalam sebuah diskusi yang dipantau secara daring dari Jakarta, mengutip Antara, Minggu (7/9/2025).
Ia menekankan, redaksi pasal tersebut masih terbaca abstrak sehingga sulit dipahami secara langsung oleh berbagai pihak.
Misalnya, menurut Abdul, aparat kepolisian seharusnya bisa memberikan perlindungan hukum ketika ada wartawan yang dihalangi bekerja, dilarang meliput, atau bahkan dirampas alat kerjanya.
Menurutnya, bentuk perlindungan ini wajib diberikan, sebab profesi wartawan sejatinya mendapat jaminan dari negara.
“Namun, yang lebih ironis malah kadang-kadang polisi yang melakukan kekerasan. Jadi, bukannya melindungi, tetapi malah menjadi pelaku,” ucap Abdul.
Ia berharap, uji materi Pasal 8 UU Pers yang diajukan Ikatan Wartawan Hukum (Iwakum) dapat mendorong Mahkamah Konstitusi memberikan tafsir lebih rinci mengenai perlindungan hukum wartawan.
“Tafsir lebih detail dari yang di Pasal 8 itu saya kira itu akan memperjelas bagi aparat penegak hukum, atau bagi negara baik eksekutif, yudikatif, dan legislatif tentang apa yang harusnya dia lakukan untuk melindungi wartawan,” jelasnya.
Sebelumnya, Iwakum resmi mendaftarkan uji materi Pasal 8 UU Pers ke Mahkamah Konstitusi pada 19 Agustus 2025.
Dalam permohonannya, Iwakum meminta MK menafsirkan pasal tersebut menjadi: “Tindakan kepolisian dan gugatan perdata tidak dapat dilakukan terhadap wartawan dalam melaksanakan profesinya berdasarkan kode etik pers” atau “Pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, dan penahanan terhadap wartawan hanya dapat dilakukan setelah mendapat izin dari Dewan Pers.”
(Saepul)