JAKARTA, PANJIRAKYAT: Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dapat diulang, jika kotak kosong menang di Pilkada 2024 dilaksanakan September 2025.
“Secara bersama menyetujui Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota yang diulang kembali, akan diselenggarakan pada September 2025,” kata Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tandjung saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II DPR RI, Rabu (26/09/2024).
Doli menuturkan, syarat pilkada ulang harus daerah dengan satu pasangan calon kepala dan wakil daerah tidak mendapatkan suara lebih dari 50 persen.
Sebelumnya, Ketua KPU RI Mochammad Afifuddin menyarankan pemberlakukan pilkada ulang jika kotak kosong menang dilaksanakan pada September 2024. Dia meminta untuk dapat diputuskan dalam RDP tersebut.
“Dengan simulasi pengurangan masa kampanye dan tahapan-tahapan tertentu yang kami coba simulasikan kemarin secara singkat, dan kami diskusikan bagaimana seandainya atau pilihan kami, jika ada kotak kosong yang menang, maka pilkada selanjutnya diselenggarakan di September 2024,” kata Afif.
Jika usulan itu disetujui, katat Afif, pihaknya akan memedomani dan menjelaskan proses pilkada tanpa membutuhkan konsultasi lanjutkan. Ia juga mengatakan bahwa pihaknya akan membuat aturan teknisnya.
Afif juga menyampaikan, peluang tahapan awal penyelengaraan pilkada ulang akan dilaksanakan pada pekan kedua Mei 2025 dan secara keseluruhan berlangsung selama enam bulan.
prakiraan tersebut berdasarkan hitungan tanggal pelantikan kepala dan wakil kepala daerah terpilih dalam Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2024 tentang Tata Cara Pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota.
‘Itu di awal Februari, 7 Februari untuk gubernur, 10 Februari untuk bupati/wali kota. Dari situ kami mulai berhitung, kalau kemudian ada sengketa, maka mulai Maret awal,” katanya.
“Dari Maret kami hitung, maka Maret, April, Mei, Juni, Juli, Agustus, September atau Maretnya dari minggu kedua,” ujarnya.
Menurut Afif, seharusnya penyelengaraan pilkada berlangsung selama satu bulan, maka pelakasanaan enam bulan bagi pilkada ulang berdampak kepada tahapan lainnya.
“Kami berhitung, enam bulan itu tahap kampanye jadi satu bulan, beberapa tahapan pengadaan logistik juga mungkin akan sangat mepet. Kalau sekarang tahapan konvensionalnya kan 60 hari kampanye. Nah, ini yang kami simulasikan, tentu dengan nge-press (memangkas) beberapa tahapan,” katanya.
Lebih lanjut, Afif, akselerasi anggaran untuk pilkada ulang selama enam bulan butuh dukungan semua pihak, termasuk pemerintah.
“Sebagaimana kesimpulan RDP terakhir kita (Selasa, 10/9), bahwa pemerintah juga harus men-support (mendukung) untuk penyiapan jika ada kotak kosong yang menang, atau pemilu dilaksanakan setelah calon tunggalnya kalah,” katanya.
(Saepul)