JAKARTA, PANJIRAKYAT: Greenpeace Indonesia mencermati, dampak buruk yang dipicu kegiatan pertambangan dan hilirisasi nikel yang merugikan lingkungan hidup dan masyarakat setempat.
Aktivis tersebut, mendesak pemerintah Indonesia dan para pengusaha industri nikel untuk menghentikan operasional tambang dan hilirisasi nikel di berbagai daerah, yang disebut telah membawa derita bagi masyarakat terdampak.
Belum lagi, merusak lingkungan dengan membabat hutan, mencemari sumber air, sungai, laut, hingga udara, dan jelas akan memperparah dampak krisis iklim karena masih menggunakan PLTU captive sebagai sumber energi dalam pemrosesannya.
Terkait hal itu, Komisi VII DPR RI mengkritik keras, maraknya praktik pertambangan nikel di wilayah Raja Ampat, Papua Barat Daya. Aktivitas tersebut, dinilai tidak hanya melanggar regulasi.
Anggota Komisi VII DPR, Novita Hardini mengatakan, aktivitas penambangan nikel itu mengancam kekayaan hayati Raja Ampat. Sekaligus, mengancam sektor pariwisata dan konservasi Tanah Air di mata dunia.
“Raja Ampat bukan kawasan biasa, ini adalah salah satu surga biodiversitas laut dunia yang sudah diakui UNESCO. UNESCO mengakui Raja Ampat sebagai Global Geopark,” kata politikus PDIP ini dalam keterangannya, di Jakarta, Kamis (5/6/2025)
Novita menegaskan, kawasan Raja Ampat ini bukan tempat yang bisa dikompromikan untuk kegiatan pertambangan. Oleh sebab itu, jangan merusak kawasan Raja Ampat demi mengejar hilirisasi nikel.
“Raja Ampat ini terdiri dari lebih dari 610 pulau dengan perairan jernih. Menjadi rumah bagi 75 persen spesies laut dunia, termasuk 540 jenis karang dan lebih dari 1.500 spesies ikan,” ucap Novita.
Namun ironisnya, menurut Novita, sejumlah pulau kecil di kawasan tersebut kini telah mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP) nikel. Bahkan, sebagian sudah aktif ditambang.
“Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil sudah jelas menyebutkan. Bahwa pemanfaatan pulau-pulau kecil diprioritaskan untuk pariwisata, konservasi, budidaya laut, dan penelitian,” ujar Novita.
(Saepul)