JAKARTA, PANJIRAKYAT: Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, mengungkapkan bahwa pihaknya telah melakukan guncangan gempa megathrust di Selat Sunda dengan skenario guncangan mencapai M8,7.
Pemodelan ini dimaksudkan, agar dapat mengantisipasi dan mitigasi dari riskannya ancaman gempa megathrust yang dapat terjadi di wilayah tersebut.
Dwikorita menjelaskan, hasil dari hasil pemodelan tersebut, wilayah yang berpotensi akan terguncang oleh guncangan gempa tersebut adalah Banten, Jakarta, Jawa Barat, Lampung, dan Sumatra Selatan.
Berdasarkan skenario ini, guncangan gempa dapat mencapai intensitas V-VII MMI, dengan deskripsi kerusakan sedang hingga berat. Menanggapi hal ini, ia menyarankan agar pemerintah daerah dan pihak terkait mempersiapkan langkah antisipasi, meskipun waktu terjadinya bencana tersebut tidak dapat diprediksi secara pasti.
“Ini kami sampaikan kepada Pemerintah Daerah dan pihak terkait agar melakukan antisipasi dan kesiapan. Kita nggak tahu apakah terjadi 2025, atau 2000 sekian, Wallahu A’lam ya, tapi kita harus siap,” ujar Dwikorita, dalam webinar “Resolusi 2025: Mitigasi Bencana Geologi” yang diadakan oleh Teknik Geofisika ITS, Selasa (28/1/2025).
Selain itu, pihaknya juga menyiapkan skenario model tsunami akibat gempa megathrust di Selat Sunda. Tsunami yang prediksi terjadi mencapai ketinggian lebih dari 3 meter.
Bahkan ada kemungkinan tsunami bisa mencapai 10 meter lebih, hingga belasan meter, di beberapa pantai Selat Sunda, seperti Banten, Lampung, Jawa Barat, dan Bengkulu. Di Teluk Jakarta, tsunami diperkirakan hanya akan mencapai sekitar 50 cm.
Dwikorita menambahkan, BMKG juga telah melakukan pemodelan untuk gempa megathrust di wilayah Mentawai-Siberut dengan skenario guncangan mencapai M8,9. Guncangan gempa tersebut diprediksi akan berdampak pada Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat, sebagian Riau, Bengkulu, dan Sumatra Utara dengan intensitas VII-VIII, yang dapat menyebabkan kerusakan berat.
Skenario model tsunami untuk wilayah ini juga telah disiapkan, dengan tinggi tsunami yang diprediksi lebih dari 3 meter di beberapa pantai.
Untuk mengantisipasi bencana megathrust ini, BMKG juga melipatgandakan jumlah peralatan untuk sistem peringatan dini, khususnya untuk tsunami.
“Kami sedang menyiapkan sistem peringatan dini gempa bumi dan bekerja sama dengan Taiwan untuk meningkatkan kesiapan dalam menghadapi bencana megathrust,” katanya.
BMKG juga memasang lebih banyak sensor untuk mendeteksi muka laut, sensor cuaca, serta sirene tsunami di beberapa wilayah yang rawan bencana
Di samping itu, BMKG juga memperingatkan tentang pentingnya mitigasi bencana geohidrometeorologi. Dwikorita menjelaskan bahwa tren kejadian gempa di Indonesia menunjukkan peningkatan yang signifikan.
Berdasarkan data, gempa bumi di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Rata-rata kejadian gempa antara 1990 hingga 2008 tercatat sekitar 2.254 gempa per tahun. Namun, angka ini meningkat menjadi 5.389 kejadian gempa per tahun antara 2009 hingga 2017, dan semakin melonjak menjadi 12.062 kejadian gempa pada tahun 2018.
Dwikorita juga mengingatkan bahwa Indonesia terletak di pertemuan tiga lempeng utama dunia, yaitu Indo-Australia, Pasifik, dan Eurasia, serta memiliki banyak segmen sumber gempa subduksi dan sesar aktif yang telah teridentifikasi. Oleh karena itu, BMKG terus meningkatkan sistem dan teknologi pemantauan untuk memitigasi dampak gempa dan tsunami.
Sebagai lembaga yang bertanggung jawab, BMKG memiliki tugas utama untuk memberikan layanan informasi dini terkait gempa bumi, tsunami, serta cuaca dan iklim.
“Kami harus terus mewaspadai zona seismic gap di Selat Sunda dan Mentawai-Siberut yang sudah lebih dari 227 tahun tidak mengalami aktivitas gempa besar. Sehingga, sudah saatnya kami mempersiapkan diri,” ujar Dwikorita.
Seismic gap di Selat Sunda telah mencapai 267 tahun, sedangkan di Mentawai-Siberut sudah lebih dari 227 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa potensi terjadinya gempa besar sangat tinggi
. Oleh karena itu, BMKG terus meningkatkan teknologi dan sistem peringatan dini untuk menghadapi potensi megathrust di masa depan.
Dwikorita menegaskan, BMKG telah siap siaga untuk menghadapi potensi bencana ini, dengan mempersiapkan teknologi dan sistem yang lebih canggih untuk memberikan peringatan dini dan informasi yang akurat kepada masyarakat.
(Saepul)