BANDUNG, PANJIRAKYAT: Rencana Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk merelokasi warga Palestina keluar dari Jalur Gaza dan menjadikan AS penguasa wilayah tersebut, lantas menjadi menuai kecaman keras dari berbagai pihak, termasuk Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Palestina, Francesca Albanese.
Francesca Albanese melontarkan pernyataan dalam sebuah konferensi pers yang digelar di Kopenhagen, Denmark, pada Rabu, dengan rencana Trump tersebut adalah sebuah ide yang “tak bermoral,” yang justru dapat memperburuk situasi di kawasan tersebut.
Albanese menegaskan, pemimpin AS tersebut telah melanggar hukum internasional dan merupakan tindakan yang sangat tidak bertanggung jawab.
“Apa yang dia usulkan benar-benar tak masuk akal,” kata Albanese, menambahkan bahwa wacana tersebut merupakan provokasi untuk melakukan pengusiran paksa yang termasuk dalam kategori kejahatan internasional.
Pelapor Khusus PBB ini kemudian mendesak komunitas internasional yang terdiri dari 193 negara berdaulat untuk memberi tanggapan tegas terhadap rencana Amerika Serikat yang mengisolasi.
Ia juga menanggapi anggapan yang berkembang bahwa konflik Palestina bisa diselesaikan dengan insentif ekonomi, yang selama ini sering diusulkan sebagai solusi.
“Sudah sangat lama komunitas internasional menangani isu Palestina sebagai hal yang bisa diselesaikan melalui pembangunan, insentif ekonomi, dan bantuan kemanusiaan,” ujar Albanese.
Namun, ia menegaskan bahwa pembangunan ekonomi bukanlah jawaban atas masalah mendalam yang dihadapi Palestina. “Hak-hak dasar rakyat Palestina tidak boleh dikorbankan,” tegasnya.
Menurut Albanese, perdamaian yang terjalin dengan pembangunan ekonomi hanyalah sebuah fiktif yang mengarah pada penyerahan diri tanpa hasil nyata.
“Satu-satunya cara untuk menghentikan kekerasan adalah dengan memberikan peluang untuk perdamaian melalui kebebasan,” katanya, menekankan pentingnya penghormatan terhadap hak-hak dasar warga Palestina.
Sebelumnya, Presiden Trump mengungkapkan, rencananya untuk mengambil alih Jalur Gaza dan merelokasi warga Palestina ke luar wilayah tersebut.
Dalam sebuah konferensi pers bersama dengan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, Trump mengungkapkan, AS akan mengambil alih Gaza, “melucuti semua bom aktif dan senjata-senjata lainnya, meratakan wilayah itu, dan membersihkan gedung-gedung yang hancur.”
Trump juga berjanji, akan mengembakan ekonomi Gaza dengan menyediakan lapangan pekerjaan yang tak terbatas dan perumahan bagi warga Palestina yang direlokasi.
Dalam visinya, setelah warga Palestina dipindahkan, AS akan melakukan pembangunan ulang Gaza dan mengubah wilayah tersebut menjadi sebuah “Riviera di Timur Tengah.”
Namun, rencana Trump ini menuai kecaman luas dari berbagai negara. Pemimpin negara-negara seperti Turki, Yordania, dan Mesir, serta negara-negara Eropa seperti Inggris, Prancis, dan Jerman, menyatakan ketidaksetujuannya terhadap rencana ini, yang mereka anggap sebagai langkah yang akan memperburuk ketegangan di kawasan tersebut.
Rencana relokasi yang diusulkan Trump ini mengundang perdebatan keras dan menambah panjang ketegangan internasional terkait masalah Palestina yang belum menemukan solusi pasti.