JAKARTA, PANJIRAKYAT: Direktur Eksekutif Persatuan Perusahaan Air Minum Seluruh Indonesia (Perpamsi), Subekti mengatakan, Pemerintah didesak merevisi Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Nomor 3/2023 soal sumber daya air. Demikian disampaikan
Salah satu poin yang menjadi polemik, yaitupemberlakuan denda administrasi. Menurutnya, walau seharusnya peraturan itu berlaku setelah ditetapkan, tetapi dalam prakteknya justru berlaku surut.
Dengan demikian anggota Perpamsi merasa keberatan atas denda yang telah ditagihkan atas pengambilan dan/atau penggunaan sumber daya air.
“Kami meminta aturan denda diberlakukan sejak ditetapkan pada 2023, bukan sejak 2019,” ujar Subekti melansir RRI, Rabu (19/09/2024).
Kemudian, mereka meminta pemerintah untuk melakukan pemeriksaan ulang pada Peraturan Pemerintah Nomor 5/2021 tentang penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko. Peraturan tersebut mewajibkan pengurangan izin pengambilan air dari sumber mata air sebesar 80 persen.
Lebih lanjut, kata Subekti, hal ini dapat mengancam pemenuhan layanan air kepada masyarakat. Padahal pemerintah haru memenuhi dan berkewajiban akan kebutuhan air bagi seluruh masyarakat.
“Kami dituntut meningkatkan layanan dan jumlah sambungan rumah (SR) untuk saluran air minum,” ujarnya. Namun, lanjut dia, hal ini tidak didukung anggaran maupun regulasi yang sesuai.
“Sehingga, tingkat layanan air melalui perpipaan di Indonesia menjadi yang terendah di kawasan ASEAN. Subekti menyatakan pemerintah menargetkan pemasangan saluran air minum sebanyak 10 juta SR.
Akan tetapi, sampai 2023 baru tersambung 3,8 juta SR baru atau kurang 6,2 juta SR.
“Tentu hal ini berdampak besar bagi masyarakat yang sedang menunggu dan dijanjikan pemasangan sambungan air minum,” ujar Subekti.
(Saepul)