• Tentang Kami
  • Redaksi
  • Privacy Policy
  • Pedoman Media Siber
Selasa, 1 Juli 2025
Panji Rakyat
  • Home
  • Dunia
  • Nasional
  • Politik
  • Otomotif
  • Tekno
  • Lifestyle
Tidak ada hasil
Lihat Semua Hasil
  • Home
  • Dunia
  • Nasional
  • Politik
  • Otomotif
  • Tekno
  • Lifestyle
Tidak ada hasil
Lihat Semua Hasil
Panji Rakyat
Tidak ada hasil
Lihat Semua Hasil
ADVERTISEMENT
Home Umum

Obat Alprazolam Langka di Bandung, Serupa Pernah Disorot Ombudsman!

Penulis Saepul
5 September 2024
A A
obat alprazolam

(Ilustrasi.Freepik)

Bagikan di FacebookBagikan di TwitterBagikan di Whatsapp

 

BACAJUGA

Prediksi Cuaca BMKG Hari ini, Lihat Prakiraan Kota Besar di Pulau Jawa

Potensi Megathrust di Jabar, Pj Gubernur Terbitkan SE!

BANDUNG, PANJI RAKYAT: Kelangkaan obat penenang Alprazolam di BPJS tiba-tiba menghilang di Bandung sejak Bulan Agustus 2024, fenomena sama pernah disroti oleh Ombudsman RI

Perlu diketahui, Alprazolam yang dijual dengan nama Xanax adalah obat psikotropika golongan IV, yang sering digunakan sebagai terapi pada gangguan cemas, serangan panik, dan kecemasan yang disebabkan oleh depresi.

Mengutip laman Ombudsman RI Kalimantan Selatan, kejadian sama sempat dialami seorang pasien BPJS Kesehatan di salah satu rumah sakit pemerintah di Kalsel. Pasien yang berobat menggunakan BPJS, menyampaikan obat yang diresepkan dokter ternyata tidak tersedia di apotek rumah sakit.

ADVERTISEMENT

Dengan begitu, pihak rumah sakit hanya memberikan bon obat, untuk kemudian dapat mengambil obat dimaksud jika sudah tersedia, tetapi tak ada kepastian kapan obat akan tersedia, mengharuskan pasien aktif menanyakan ke bagian apotek secara datang langsung, karena tak tersedia layanan informasi/nomor kontak khusus bagian apotik rumah sakit.

Ironisnya, oleh satu oknum petugas, pasien disarankan untuk menggunakan jalur pasien umum jika hendak mendapatkan obat (karena obat yang ditanggung BPJS tidak tersedia, namun obat “paten” tersedia), dengan konsekuensi biaya layanan cek kesehatan dan obat dimaksud, pasien harus membayar secara mandiri (tidak dapat di klaim ke BPJS).

“Bayangkan saja bagaimana jika anda berada di posisi pasien, seakan tidak mempunyai pilihan. Di satu sisi, jika tetap keukeuh berobat menggunakan BPJS, maka pasien tidak akan mendapatkan obat saat itu juga, dengan kata lain harus menunggu untuk waktu yang juga tidak dapat dipastikan oleh bagian apotek rumah sakit,” demikian keterangan dari Zayanti Mandasari, S.H., M.H, Asisten Pemeriksaan Laporan Ombudsman RI Kalsel, dalam laman resminya, dikutip Rabu (4/9/2024).

Di sisi lain, lanjutnya, jika memilih berobat sebagai pasien umum, tentu harus mengeluarkan biaya yang lebih tinggi, di mana pembiayaan yang satu adalah iuran peserta BPJS bulanan, dan kedua biaya jasa pemeriksaan kesehatan dan obat sebagai pasien umum.

“Dalam hal ini pasien lebih memilih menjadi pasien jalur umum, karena memang saat itu sangat membutuhkan obat, demi menunjang upaya kesembuhan dari sakitnya,” kata Zayanti.

Jika diperhatikan sepintas, persoalan ini, menurutnya terlihat sangat aneh, lantaran jika berobat dengan menggunakan jalur BPJS obat tidak tersedia, tetapi jika menjadi pasien umum obat menjadi tersedia.

Jika merujuk pada konteks pelayanan publik, sebagaimana yang tertuang Pasal 4 UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, ketidaktersediaan obat bagi pasien BPJS tersebut, dapat dikatakan telah menyimpangi beberapa prinsip dasar dalam penyelenggaraan pelayanan publik, seperti prinsip Kesamaan Hak, Persamaan perlakuan/tidak diskriminiatif, Keterbukaan, dan Kemudahan.

Bisa disebut dengan keluar dari prinsip kesamaan hak dan persamaan perlakuan, tegas dia, karena saat pasien berobat dengan BPJS dikatakan obat tidak tersedia, namun ketika pasein menjadi pasien umum, kemudian obat tersedia.

“Hal ini mencerminkan layanan publik khususnya di bidang kesehatan masih “pilih-pilih” dalam memberikan layanan, khususnya antara pasien BPJS dan pasien umum,” ungkap Zayanti.

Padahal, terang dia, jika dikaitkan dengan semangat pemerintah untuk menyelenggarakan jaminan kesehatan, sebagaimana Pasal 1 Ayat 1 Peraturan Presiden No. 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, ditegaskan bahwa jaminan kesehatan merupakan jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan, dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan, yang diberikan kepada setiap orang.

“Padahal pasien di atas telah membayar iuran kepesertaan BPJS setiap bulannya, namun pasien belum memperoleh manfaat jaminan kesehatan secara utuh, bahkan tidak mendapatkan layanan sebagaimana haknya sebagai peserta BPJS kesehatan,” katanya.

Apakah tidak memungkinkan misalnya jika obat yang ditanggung BPJS adalah obat generik tidak tersedia, kemudian pasien bisa mendapatkan obat paten atau obat lain yang dapat membantu proses penyembuhan pasien, sebagai konsekuensi tidak tersedianya obat generik tersebut, sama halnya dengan kamar tersebut.

Pasien tetap bisa mendapatkan obat, hal ini sebagai konsekuensi terhadap hak yang sudah dilaksanakan oleh pasien sebagai peserta BPJS, dan kewajiban layanan kesehatan oleh BPJS melalui rumak sakit.

Zayanti dengan tegas mengatakan, tidak tersedianya obat bagi pasien BPJS juga tidak sesuai dengan ketentuan UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Ia mencontohkan pada Pasal 36 ayat (1) yang menjabarkan bahwa “Pemerintah menjamin ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan perbekalan kesehatan, terutama obat esensial”. Lebih lanjut Pasal 40 ayat (6) Perbekalan kesehatan berupa obat generik yang termasuk dalam daftar obat esensial nasional harus dijamin ketersediaan dan keterjangkauannya.

Dalam ketentuan tersebut jelas disampaikan bahwa pemerintah menjamin ketersediaan obat generik. Namun obat bagi pasien BPJS di atas nyatanya tidak tersedia, jika yang dimaksud obat BPJS adalah obat generik. Padahal jika seseorang berobat, tujuannya adalah untuk mendapatkan pemeriksaan dan pengobatan untuk kesembuhannya, saat itu juga.

“Sehingga fenomena apotek memberikan bon obat untuk diambil dikemudian hari, tidak sinkron dengan tujuan layanan kesehatan, sebagaimana Pasal 53 ayat (1) dimana pelayanan kesehatan perseorangan ditujukan untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan baik perseorangan ataupun keluarga,” pungkasnya.

Perlu diingat, kata Zayanti, bahwa tidak tersedianya obat dalam layanan kesehatan bukan hal yang patut disederhanakan karena berdampak pada kesehatan seseorang. Harapannya semua penyelenggara layanan kesehatan, baik di level pemerintah pusat maupun daerah, secara bersama-sama mempunyai semangat penyelenggaraan pelayanan kesehatan, yang harus dilaksanakan secara bertanggung jawab, aman, bermutu, serta merata dan nondiskriminatif, sebagaimana amanah UU Kesehatan.

“Harapannya penyelenggaraan kesehatan dapat terus berupaya mewujudkan layanan yang semakin baik, mudah, dan pasti. Sehingga dapat terus berkontribusi mewujudkan Indonesia sehat, tak terhambat oleh tidak tersedianya obat,” pungkasnya.

Melansir Teropongmedia.com, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bandung telah menerima laporan dari BPJS Kesehatan cabang Bandung terkait fenomena langkanya obat Alprazolam.

Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinkes Kota Bandung, Deborah Johana Rattu mengklaim pihaknya telah mendapatkan klarifikasi. Namun saat ini pihaknya masih menelusuri terkait kelangkaan obat tersebut.

“Saya sudah dapat klarifikasi, kita masih telusuri ya, karena ini kan baru beritanya diangkat, saya juga lagi minta klarifikasi dari Medika Antapani,” kata Deborah, Selasa (3/9/2024).

Berdasarkan informasi yang diterima pihaknya, Medika Antapani telah melakukan pemesanan dari awal Agustus. Namun saat ini obat tersebut memang belum tersedia.

“Karena kalau untuk pemesanan obat itu lewat sistem, puschasing namanya, untuk yang obat-obatan Cedera Kepala Ringan (CKR) saya sih dari Dinkes masih menunggu klarifikasi dari Medika Antapaninya,” ucapnya

“Jadi mudah-mudahan besok sudah ada jawabannya tentang permasalahannya apa, karena kan seharusnya pasien juga mendapatkan obatnya secara utuh,” tambahnya.

 

 

(Saepul)

 

 

 

Tag: alprazolammanfaat alprazolamobat alprazolamobat keras

Artikel Terkait

Umum

Erick Thohir Dipertanyakan, Komitmen Benahi PSSI Atau Ingin Menggaet Elektabilitas Demi 2024?

17 Februari 2023
Nasional

Jangan Ada Israel pada Piala Dunia U-20, Ganjar Setuju Amanat Bung Karno

23 Maret 2023
Umum

Berada di Sengkarut Utang China, Jokowi Harus Belajar dari Malaysia

15 April 2023
Politik

Di Kala Pengesahan UU Ciptaker, Ada Teriakan “Airlangga Presiden” Becandaan Dewan?

21 Maret 2023
Umum

Pembakaran Al-Quran di Swedia, Bisa Picu Kekerasan Terhadap Umat Muslim

22 Januari 2023
Umum

Setelah Istri Brigjen Endar, Giliran Warganet Semprot Gaya Hidup Istri Komjen Agus

19 Maret 2023
Artikel Selanjutnya
CUSTOM ROM

Cara Custom ROM HP Android jadi Iphone, Catat!

Artikel Terpopuler

  • pinjol ilegal

    Daftar Pinjol Ilegal 2025, Lengkap dengan Ciri-cirinya!

    0 bagikan
    Bagikan 0 Tweet 0
  • Peringkat Brand Mobil terbesar di Dunia 2024, Ada Jagoan Mu?

    0 bagikan
    Bagikan 0 Tweet 0
  • Perbedaan Seragam Loreng Komcad dan TNI, Serupa Tapi Tak Sama!

    0 bagikan
    Bagikan 0 Tweet 0
  • Jangan Lupa, Ini Daftar Jenis Pajak Kendaraan Harus Dibayar 2025!

    0 bagikan
    Bagikan 0 Tweet 0
  • 6 Orang Terkaya Sumatera Utara, Terakhir Berjuluk ‘Raja’

    0 bagikan
    Bagikan 0 Tweet 0

Berita Terbaru

arief rosyid golkar

Arief Rosyid Gabung Golkar, Bahlil Dijadikan Acuan

30 Juni 2025
tekindo (2)

PT. Tekindo Energi Patuh dan Taat UU Cipta Kerja

30 Juni 2025
sumur minyak

Kebijakan Sumur Minyak Masyarakat, akan Saling Menguntungkan?

29 Juni 2025
hut bhayangkara

HUT Bhayangkara ke-79, Kesempatan Jokowi dan Megawati Bertemu?

28 Juni 2025

Panji Rakyat merupakan portal berita yang hadir sebagai media online dan menjadi sumber referensi informasi terpercaya yang aktual dan berimbang.

Part of:

Informasi Lainnya

  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Privacy Policy
  • Pedoman Media Siber

Kontak

  • kontak@panjirakyat.com
© 2022 Panji Rakyat
Tidak ada hasil
Lihat Semua Hasil
  • Home
  • Dunia
  • Nasional
  • Politik
  • Otomotif
  • Tekno
  • Lifestyle

© 2022 Panji Rakyat