BANDUNG, PANJIRAKYAT: Tiga jenis varian rasa mie instan indomie harus peredarannya harus ditarik di Australia, lantaran faktor dari alergen berupa susu atau telur yang terkandung dalam varian mereka.
Alergen adalah kandungan yang bisa menginduksi imunoglobulin E (IgE) dan menimbulkan alergi. Risko ini muncul karena sistem kekebalan tubuh keliru mengidentifikasi zat tertentu yang sebenarnya tidak berbahaya.
Untuk seseorang yang mengidap alergi konsumsi alergen dapat menimbulkan dampak mulai dari gejala ringan hingga kondisi berat yang berpotensi mengancam nyawa.
Alergen di Indonesia
Jika merujuk Peraturan BPOM No. 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan mengatur berbagai jenis alergen makanan. Adapun komposisi itu, mencakup:
- Susu, termasuk laktosa.
- Kacang tanah dan kedelai.
- Telur, baik putih maupun kuning telur.
- Ikan, krustasea (seperti udang, lobster, kepiting, tiram), dan moluska (seperti kerang, bekicot, atau siput laut).
- Serealia yang mengandung gluten, seperti gandum, rye, barley, oats, spelt, atau hibrida dari jenis tersebut.
- Sulfit dengan kadar minimal 10 mg/kg, dihitung sebagai SO₂, termasuk belerang dioksida, natrium bisulfit, dan turunannya.
Negara Lain
Namun, berbeda dengan Regulasi alergen makanan di setiap negara mencerminkan pola makan lokal dan risiko populasi tertentu. Berikut adalah beberapa perbedaannya:
1. Amerika Serikat
Food and Drug Administration (FDA) menetapkan sembilan alergen utama yang dikenal sebagai “Big Nine”:
- Susu
- Telur
- Ikan
- Krustasea (seperti udang dan kepiting)
- Kacang pohon (tree nuts)
- Kacang tanah
- Gandum (gluten)
- Kedelai
- Wijen (ditambahkan ke daftar pada 2021).
2. Australia dan Selandia Baru
Food Standards Australia New Zealand (FSANZ) mengidentifikasi alergen utama, termasuk susu, telur, kacang pohon, kacang tanah, ikan, kedelai, gandum (gluten), wijen, dan kacang lupin.
3. Eropa
Food Standards Agency (FSA) di Eropa mengatur 14 alergen utama: seledri, serealia mengandung gluten, krustasea, telur, ikan, kacang lupin, susu, moluska, mustard, kacang pohon, kacang tanah, wijen, kedelai, dan sulfit.
Risiko
Reaksi alergi makanan dapat muncul dalam hitungan menit setelah konsumsi alergen. Gejalanya bervariasi, mulai dari ringan hingga berat. Berikut adalah risiko utama yang perlu diwaspadai:
1. Anafilaksis
Reaksi alergi parah yang mengancam nyawa, dengan gejala seperti kesulitan bernapas, penurunan tekanan darah, hingga kehilangan kesadaran. Kondisi ini memerlukan penanganan medis segera, biasanya melalui injeksi epinefrin.
2. Gangguan Pencernaan
Alergen dapat menyebabkan mual, muntah, sakit perut, atau diare, yang berdampak pada kualitas hidup jika terjadi berulang kali.
3. Gangguan Kulit
Gejala seperti ruam, eksim, atau pembengkakan pada kulit sering dialami oleh penderita alergi makanan.
4. Gangguan Pernapasan
Reaksi alergi bisa memicu sesak napas, mengi, atau hidung tersumbat.
Alergen makanan adalah isu kesehatan global yang memerlukan perhatian serius. Berbagai negara telah menerapkan regulasi ketat untuk melindungi konsumen, termasuk kewajiban pelabelan jelas pada produk pangan. Risiko seperti anafilaksis menunjukkan perlunya kesadaran dan kewaspadaan lebih tinggi dalam memilih makanan.
Adanya berita yang beredar terkait tiga varian indomie yang ditarik dari peredaran di Australia, karena tidak mencantumkan alergen, memberikan kewaspadaan untuk kita memahami jenis-jenis alergen tersebut.
(Saepul)