JAKARTA, PANJIRAKYAT: Elon Musk, miliarder sekaligus pendukung kuat Calon Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, memicu kontroversi dengan menggelar kampanye bagi-bagi hadiah senilai $1 juta setiap hari menjelang Pemilihan Presiden AS pada 5 November.
Program ini secara acak memberikan hadiah kepada pemilih di negara bagian kunci yang telah menandatangani petisi yang dipromosikan oleh komite aksi politik (PAC) yang didukung oleh Musk.
Bagaimana Program Ini Bekerja
Inisiatif Musk ini bertujuan untuk meningkatkan peluang kemenangan Trump dalam pemilu, menawarkan hadiah $1 juta kepada pemilih terpilih di negara bagian kunci seperti Georgia, Nevada, Arizona, Michigan, Wisconsin, North Carolina, dan Pennsylvania.
Untuk memenuhi syarat, pemilih harus terdaftar di negara bagian tersebut dan menandatangani petisi dari Amerika PAC yang mendukung kebebasan berbicara dan hak untuk memegang senjata.
Menurut laporan CNBC, hadiah pertama senilai $1 juta diberikan pada 19 Oktober di sebuah acara kampanye Trump di Harrisburg, Pennsylvania. John Dreher, pemenang pertama, menerima cek langsung dari Elon Musk.
Pennsylvania merupakan salah satu negara bagian yang dianggap sangat penting dalam menentukan hasil pemilu.
Setiap hari hingga hari pemilihan, pemenang baru akan dipilih dari antara mereka yang telah menandatangani petisi, yang semuanya mendukung Amandemen Pertama dan Kedua Konstitusi AS.
Kritik dan Masalah Hukum
Inisiatif ini memicu perdebatan sengit dan sorotan hukum. BBC melaporkan bahwa sebelas jaksa dan pejabat Republik menulis surat kepada Departemen Kehakiman untuk menyelidiki tindakan Musk, yang mereka sebut sebagai langkah yang belum pernah terjadi dalam sejarah politik modern.
Surat tersebut menyatakan bahwa tindakan Musk mungkin melanggar undang-undang pemilu federal dan negara bagian. Gubernur Pennsylvania, Josh Shapiro, yang merupakan seorang Demokrat, juga menyatakan keprihatinannya, menyebut langkah Musk sebagai sesuatu yang “sangat mengkhawatirkan” dan meminta penegak hukum untuk memeriksa legalitas pemberian hadiah tersebut.
Menanggapi kritik tersebut, Musk menyatakan keheranannya dan mengatakan bahwa ia tidak memahami mengapa tindakan tersebut dianggap bermasalah.
Apakah Legal?
Para ahli hukum terpecah mengenai legalitas program hadiah harian Musk. Beberapa pihak menyebut ini bisa dianggap sebagai pembelian suara, yang dilarang oleh undang-undang pemilu AS. Menurut Paul Schiff Berman, seorang profesor hukum di George Washington University, inisiatif Musk mungkin melanggar ketentuan hukum yang melarang memberi uang untuk memotivasi orang untuk mendaftar atau memberikan suara.
Namun, Bradley Smith, mantan ketua Komisi Pemilihan Federal (FEC), menyatakan bahwa program ini berada di “wilayah abu-abu” karena Musk tidak langsung membayar orang untuk memberikan suara, melainkan hanya untuk menandatangani petisi.
BACA JUGA: Trump Jadi Karyawan McDonald’s, Jubir Harris: Dia Bohong!
Meskipun demikian, beberapa ahli tetap skeptis, termasuk Michael Kang, profesor hukum pemilu di Northwestern University. Kang menilai bahwa walaupun secara eksplisit program ini mungkin tidak melanggar hukum, konteksnya tetap menimbulkan kekhawatiran.
Terlepas dari legalitasnya, langkah Musk dianggap sebagai bagian dari strategi yang lebih luas untuk memengaruhi hasil pemilihan antara Trump dan Wakil Presiden Kamala Harris. Seiring semakin dekatnya pemilihan AS, program hadiah dari Musk terus mendapat perhatian, baik dari sisi hukum maupun opini publik.
(Agung)