TANGERANG, PANJIRAKYAT: Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melakukan tindak lanjut terhadap masalah pembatas pagar bambu di laut utara Kabupaten Tangerang.
Kasus pagar misterius tersebut, menimbulkan spekulasi keterlibatan dari Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi).
Walau Jaringan Rakyat Pantura (JRP) Kabupaten Tangerang telah mengklaim, bahwa pihaknya yang memasang pagar bambu di kawasan laut utara Tangerang secara swadaya, dengan tujuan mitigasi abrasi dan penghasilan tambahan nelayan.
Mantan Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Said Didu mengatakan, polemik mengenai ini sudah disuarakannya sejak Juli 2024 silam.
Karena hal itu, menjadi salah satu alasan Apdesi melaporkan ke polisi.
“Akhirnya semua kebenaran mulai terbuka. Terima kasih ya Allah, terima kasih kepada semua pihak yang membela rakyat,” ujarnya, Minggu (12/10/2024).
Diketahui, Koordinator JRP Kabupaten Tangerang, Sandi Martapraja mengakui, bahwa pihaknya yang membangun swadaya tanggul laut sepanjang kurang lebih 30 kilometer tersebut.
Pembangunan ini sebagai mitigasi bahaya gempa megathrust dan tsunami, serta meminimalisir abrasi pantai.
“Pagar laut itu hoaks semata, yang ada adalah tanggul laut yang struktur fisiknya memiliki fungsi penting. Pertama, mengurangi dampak gelombang besar, melindungi wilayah pesisir dari ombak tinggi yang dapat mengikis pantai dan merusak infrastruktur,” katanya menjelaskan.
Kedua, mencegah abrasi, mencegah pengikisan tanah di wilayah pantai yang dapat merugikan ekosistem dan permukiman. Kemudian, mitigasi ancaman Tsunami, meski diakui tidak bisa sepenuhnya menahan tsunami.
Sandi menuturkan, pemerintah daerah setempat selama ini tutup mata dengan kondisi wilayah, terutama kepada warga yang berprofesi sebagai nelayan. Pemerintah daerah tidak pernah peduli dengan abrasi yang telah mengikis ribuan hektar lahan warga.
Sementara, Ketua Apdesi Kabupaten Tangerang, Maskota, mengungkapkan alasannya melaporkan Said Didu ke polisi. Hal itu menyusul tuduhan yang bersangkutan bahwa Apdesi terlibat pada pembebasan lahan untuk Proyek Strategis Nasional (PSN) PIK2.
“Dasar kami melaporkan Said Didu, yaitu, yang pertama kepala desa dituduh memaksa warga menjual tanah kepada pengembang. Kedua, menggusur warga masyarakat dengan semena-mena dengan cara yang tidak manusiawi,” ujar Makota.
(Saepul)