JAKARTA, PANJIRAKYAT: Terowongan Silaturahmi yang menghubungkan Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral Jakarta merupakan simbol penting dalam toleransi beragama.
. Pembangunan terowongan ini mencerminkan usaha untuk mengatasi batasan fisik dan simbolis antara dua tempat ibadah yang mewakili tradisi keagamaan yang berbeda.
Sejarah Awal Terowongan Silaturahmi
Sebelum adanya Terowongan Silaturahmi, mantan Imam Besar Masjid Istiqlal, Nasarudin Umar berkeinginan untuk menghilangkan pagar pembatas antara Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral.
Namun, usul tersebut tidak dapat terwujud karena akan menyebabkan kemacetan. Sebagai solusi, Nasarudin kemudian mengusulkan pembangunan terowongan bawah tanah yang akhirnya mendapat persetujuan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) selepas sempat menghadapi berbagai kendala teknis dan penolakan awal.
Terowongan Silaturahmi memiliki panjang 33,8 meter dan lebar 4,5 meter, yang berarsitektur modern dan material transparan.
Selain sebagai sarana mobilitas, terowongan ini juga berhiaskan dengan galeri diorama yang menjelaskan hubungan toleransi antar umat beragama di Indonesia.
Menjadi Destinasi Paus Fransiskus
Kunjungan Paus Fransiskus ke terowongan ini dan penandatanganan prasasti menegaskan pentingnya dialog dan kerukunan antarumat beragama.
Paus Fransiskus menyebut terowongan ini sebagai simbol terang, bukan lorong yang gelap, dan menyatakan bahwa umat beragama memiliki tugas untuk membantu orang lain melewati terowongan dengan pandangan yang mengarah pada perdamaian dan pengertian.
“Kita beriman yang berasal dari tradisi keagamaan yang berbeda-beda. Memiliki tugas untuk membantu semua orang melewati terowongan ini dengan pandangan yang diarahkan menuju terang,” kata Paus dalam pidatonya saat mengunjungi Masjid Istiqlal daan Gereja Katedral, Jakarta.
Terowongan ini tidak hanya berfungsi sebagai penghubung fisik, tetapi juga sebagai simbol perdamaian dan persatuan di tengah perbedaan agama.
(Saepul)