JAKARTA, PANJIRAKYAT: Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menyebut, penetapan tersangka Tom Lembong dalam kasus dugaan korupsi gula dalam importasi gula di Kementerian Perdagangan Tahun 2015-2016, dinilai gegabah.
Ia kembali mengingatkan pernyataan Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi), yang meminta kebijakan jangan dikriminalisasi.
“Kejaksaan sudah gegabah dan bermain politik, penetapan Tom Lembong sebagai tersangka karena kebijakannya ini tidak tepat dan tidak berdasar,” ujar Abdul Fickar Hadjar dalam keterangannya, dikutip Minggu (03/11/2024).
Menurutnya, dengan penetapan tersangka mantan Menteri Perdagangan itu, dinilai berbahaya untuk orang yang tidak berani menjadi pejabat publik.
“Kebijakan itu tidak bisa dipidanakan karena dibuat oleh seorang pejabat publik yang memiliki wewenang untuk itu, kecuali kalau bisa dibuktikan pejabat publik itu mendapatkan sesuatu materi yang bernilai ekonomis, ini namanya penyalahgunaan jabatan, gratifikasi dan sebagainya,” tambahnya.
Ia melanjutkan, sebagai kebijakan publik yang berlaku untuk siapa saja termasuk dalam hal memberikan izin impor tidak bisa dipidanakan. Lantaran, kata dia, terkait koordinasi atau tidak dengan pejabat publik, bukan wewenang Kejaksaan Agung maupun hukum pidana.
“Ini jelas-jelas kriminalisasi, jangan-jangan karena Tom pernah menjadi tim sukses dari salah satu calon dalam kontestasi pemilihan presiden. Jika ingin dipersoalkan, mengapa baru sekarang? Mengapa tidak 8 tahun yang lalu?” ungkapnya.
“Sementara terhadap Menteri Perdagangan sebelumnya dengan kebijakan yang sama tidak dikualifisir sebagai kejahatan. Ini betul-betul diskriminasi dan kriminalisasi. Kalau Tom bisa disebut korupsi karena merugikan negara ketika membolehkan perusahaan swasta yang impor gula dan bukan BUMN harus dilihat lagi kerugiannya apa? Itu tafsir kejaksaan belum ada buktinya,” imbuhnya.
Lantas, ia mempertanyakan soal peran Jokowi saat itu sebagai kepala negara, tidak berbuat apa-apa. Ia juga mempertanyakan, mengapa Menteri BUMN saat itu tidak bertindak.
(Saepul)