JAKARTA, PANJIRAKYAT: Badan penegak hukum Amerika Serikat telah memanfaatkan teknologi masa kini, kecerdasan buatan (AI) sebagai fungsi mempercepat proses identifikasi dan penahanan tersangka, meskipun tanpa bukti kuat untuk menjadi pelaku kejahatan, demikian laporan dari surat kabar The Washington Post.
Laporan tersebut mengungkapkan, institusi atau departemen kepolisian di berbagai negara bagian telah menahan beberapa individu yang teridentifikasi algoritma AI, meskipun tidak ada bukti independen yang mendukung keterlibatan mereka atas perkaranya
Pemeriksaan Polisi dengan AI
Menurut laporan tersebut, sebanyak 15 departemen kepolisian di 12 negara bagian telah menahan tersangka berdasarkan identifikasi dari sistem AI, yang sering kali tidak terdukung oleh bukti fisik seperti sidik jari atau DNA. Dalam banyak kasus, langkah ini bertentangan dengan kebijakan internal yang mengharuskan bukti pendukung lainnya sebelum melakukan penahanan.
Investigasi oleh The Washington Post mencatat bahwa sedikitnya delapan orang ditahan secara keliru setelah sistem pengenalan wajah AI digunakan oleh penyidik.
Mekanisme dari polisi, tidak memeriksa dalih para tersangka atau mengevaluasi kesaksian saksi, bahkan ketika bukti lain seperti sidik jari atau jejak DNA mengarah pada individu lain.
Laporan ini juga menyoroti, bagaimana pengalihan pemeriksaan yang berbeda jelas antara penampilan tersangka yang terekam dalam video pengawasan dan individu yang terlacak AI.
Bukti Meleset
Ada juga kasus yang sangat meresahkan, seperti ketika seorang wanita hamil tujuh bulan harus mendekam akibat tuduhan perampasan mobil, meskipun tidak ada tanda bahwa pelaku yang terekam dalam video pengawasan adalah wanita hamil.
Kasus semacam ini menunjukkan potensi kesalahan yang timbul dari ketergantungan yang berlebihan pada teknologi AI tanpa pemeriksaan menyeluruh.
Skala masalah ini berbanding jauh dari laporan, karena penggunaan teknologi pengenalan wajah tidak diatur dengan ketat dan penyidik tidak wajib untuk melaporkan data terkait penggunaannya.
Hal ini mengundang kekhawatiran tentang bagaimana sistem AI dapat memengaruhi keadilan dan hak-hak individu, serta kebutuhan akan pengawasan yang lebih ketat terhadap penggunaan teknologi ini oleh badan penegak hukum.
(Saepul)