BANDUNG, PANJI RAKYAT: Celempungan adalah musik tradisional yang berasal dari budaya Sunda yang memainkan peran penting dalam. Instrumen musik ini terdiri dari beberapa alat musik khas seperti kacapi, kendang, goong atau gong, suling atau rebab (opsional), serta Juru Kawih (penyanyi).
Kombinasi alat musik ini menciptakan harmoni yang unik dan memikat, menggambarkan kekayaan budaya Sunda yang penuh dengan nilai-nilai tradisi.
Paduaan Harmoni dari Musik Celempungan
Nama celempungan berasal dari celempung, sebuah instrumen musik tradisional berbentuk sitar tabung bambu dari Jawa Barat.
Instrumen ini menjadi pusat dari ensambel celempungan dan berperan penting dalam menciptakan karakteristik suara yang khas dari genre musik ini.
BACA JUGA: Terancam Tergerus Zaman, Ketahui Sejarah dari Alat Musik Celempungan
Saat era modern ini, celempung sering terganti oleh alat musik lain seperti siter dan kacapi, tetapi esensinya tetap sama, yaitu mempertahankan nada-nada lembut yang menjadi ciri khasnya.
Dalam ensambel celempungan, kendang atau gendang memainkan peran vital sebagai pengendali tempo dan penguat meteran musik.
Peran kendang ini tidak hanya sekadar sebagai pengiring, tetapi juga sebagai penentu dinamika dalam setiap penampilan celempungan.
Suara gendang yang kuat dan ritmis menciptakan struktur ritmis yang memandu seluruh ansambel.
Menjajaki Popularitas
Ensambel celempungan mencapai puncak popularitasnya antara tahun 1935 hingga 1945. Pada medio ini, celempungan menjadi simbol penting dari identitas budaya Sunda, sering tampil dalam acara-acara adat, upacara keagamaan dan perayaan-perayaan lainnya.
Meski zaman terus berubah dan bergerak pesat, nilai tradisional dan keindahan musik celempungan tetap bertahan dan dihargai hingga kini, meski hanya segelintir orang yang memainkanna.
Repertoar musik dari kelompok Celempungan sering kali mencakup gamelan salendro kliningan. Alunan nada salendro yang khas membawa pendengarnya pada suasana yang tenang dan mendalam, mencerminkan filosofi hidup masyarakat Sunda yang harmonis dengan alam.
Setiap penampilan celempungan tidak hanya menyajikan hiburan, tetapi juga menyampaikan nilai-nilai luhur dan cerita-cerita yang sarat makna.
Memuat Wikipedia, Etnomusikolog Belanda Jaap Kunst dalam bukunya berjudul “Music in Java” yang terbit pada tahun 1973, memberikan penjelasan mendalam mengenai ensambel celempungan.
Menurut Kunst, orkestra chelempung (dalam istilahnya) dikenal luas dan beruntung karena tersebar luas di berbagai daerah.
Namanya berasal dari instrumen bambu idiochord, dengan dua fungsi berbeda: sebagai kendang dan ketuk. Kombinasi instrumen ini, bersama dengan suara wanita yang menjadi elemen esensial lainnya, menciptakan musik yang kaya dan penuh ekspresi.
Kombinasi alat musik dalam ensambel celempungan menciptakan harmoni yang unik. Rebab, suling, dan goong awi sering kali menjadi bagian dari ensambel ini, meskipun tidak selalu.
Instrumen-instrumen ini bekerja sama untuk menciptakan suara yang mendalam, melodius, dan penuh perasaan. Peran kachapi dalam ensambel ini juga sangat penting, memberikan lapisan melodi yang memperkaya komposisi musik.
Juru Kawih atau penyanyi memiliki peran sentral dalam pertunjukan celempungan. Ia bukan hanya sekadar pelantun lagu, tetapi juga seorang narator yang menyampaikan cerita dan pesan melalui nyanyiannya.
Suara Juru Kawih yang khas, lembut, dan penuh emosi menjadi medium yang menghubungkan pendengar dengan inti dari setiap komposisi celempungan.
Dalam setiap penampilan, Juru Kawih menjadi penghubung antara musik dan pendengarnya, membawa pesan yang lebih dalam dan bermakna.
Lirik dalam lagu-lagu celempungan sering kali mengandung nilai-nilai filosofis yang mendalam. Mereka berbicara tentang kehidupan, alam, cinta, dan hubungan manusia dengan Sang Pencipta.
Lirik-lirik ini tidak hanya menjadi sarana hiburan, tetapi juga alat untuk mengajarkan nilai-nilai moral dan kebijaksanaan hidup kepada pendengar.
Hal ini menjadikan Celempungan bukan hanya sekadar musik, tetapi juga sebuah medium pembelajaran dan refleksi.
(Saepul)