JAKARTA, PANJIRAKYAT: Direktur Ekskutif CSIIS dan aktivis NU, M Sholeh Basyari menilai kinerja Kejaksaan Agung (Kejagung) soal keterangkaan mantan Menteri Perdagangan, Tom Lembong dalam dugaan kasus korupsi impor gula tahun 2015-2016.
Ia mengatakan, Kejagung saat ini dalam di posisi tertekan, baik dari netizen, media dan para politisi yang sibuk membangung reasoning atas pengambilan alumnus Harvard University atau mantan Menteri Perdagangan, Tom Limbong.
“Hari-hari ini kejaksaan agung dalam tekanan hebat. netizen, media dan tentu saja para politisi, sibuk membangun reasoning atas pengambilan alumnus Harvard university ini,” kat Sholeh melansir Teropongmedia.id, Jumat (1/11/2024).
Menurut Sholeh, informasi dari data-data kementerian perdagangan menerangkan bahwa importasi saat era Lembong menjabat sebagai menteri, secara regulatif impor gula tersebut tak beda dengan menteri sebelum maupun sesudahnya.
” Bahkan secara kuantitatif, impor gula era Lembong tidak sebesar sesudahnya. jadi kenapa Lembong diambil?,” tanya Sholeh.
“Lembong “berjasa” memenangkan dan mengawal sepuluh tahun SBY. secara bersamaan Lembong juga mendampingi Jokowi waktu sebagai gubernur DKI.
Peran besar Lembong atas SBY dan Jokowi, menurut sumber-sumber telik sandi sebab dia adalah semacam country manager wilayah Indonesia telik sandi negara sangat berkuasa,” sambungnya.
Sebagai country manager, Lembong hampir tak tersentuh, memiliki kekuatan dan rapi. Namun, justru sebab sejumlah keistimewaan tersebut, Lembong terbaca kurang peduli dengan karakter penguasa Jawa.
kabarnya Lembong dinilai sombong. apakah dengan demikian sang mantan penguasa Jawa itu yang “meng-order” kejagung untuk menepikan sang country manager?
“Informasi lain menyebut bahwa Lembong berperan sebagai portal yang mempersempit atau bahkan menutup keinginan presiden terpilih untuk membawa Indonesia menuju brics (koalisi bentukan dan pimpinan Rusia),” terangnya.
Menurutnya, andaikan reasoning pengambilan Lembong adalah sebab “menghalangi ” Indonesia bermitra (bukan bergabung ) dengan brics, secara faktual menemukan pembenaran.
Posisi Lembong sebagai country manager telik sandi Sang Paman ( S besar, P besar), bisa saja bermain untuk menggagalkan misi Indonesia ber-mua’malah dengan brics.
“Dengan reasoning seperti ini, pengambilan itu terdeteksi sebagai bagian dari “order” dari orde presiden terpilih. pengambilan itu tak ubahnya “setor kepala” kepada brics sekaligus sebagai bentuk kesungguhan Indonesia ber-mua’malah,” terangnya.
Terakhir, bahwa pengambilan Lembong secara argumentatif lemah. lemahya argumen pengambilan Lembong, manakala kita hadirkan pembandingan dengan kegiatan importasi gula oleh pejabat setelahnya.
“Nah, konstruksi ini menggiring kita untuk bernalar agak konspiratif untuk menakar seberapa “dosa” Lembong sehingga layak diambil?,” bebernya.
Ketika Lembong lengser dari kemendag 2015, sejujurnya agak susah mencari peran dan jejak Lembong dalam pergulaan.
tampaknya saat ini, Lembong tengah menghadapi gula-gula benci (plesetan dari syair lagu dangdut gula-gula cinta) akibat manisnya gula.
Lembong secara invisible hand, tidak kasat mata, kabarnya nongkrong di ho chi min dan Bangkok, untuk “mengacak-acak” program swasembada gula dan gula untuk etanol dari menko marves (2022-2023).
Sholeh menegaskan, jika merujuk tiga reasoning pengambilan Tom Lembong diatas (angkuh, portal brics dah menggagalkan program swasembada gula), Kasus yang dihadapi Lembong, “sepele”.
Sepele dalam konteks ini adalah semacam akibat dari “keusilan” Tom Lembong terhadap mantan presiden, presiden terpilih juga kepada menko paling powerfull sepanjang perjalan republik ini berdiri.
“Oleh karena itu, saya meyakini Lembong tak lama lagi dilepas kembali. dilepas cepat bisa sebab dipandang cukup untuk sekedar memberi les tambahan atau dengan intervensi sang paman. Wallahu a’lsm,” terangnya.
(Saepul)