JAKARTA, PANJIRAKYAT: Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad, menjalani pemeriksaan selama 10 jam oleh penyidik Subdirektorat Keamanan Negara Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, terkait dengan kasus dugaan pemalsuan ijazah yang dituduhkan kepada Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi).
Ia mendapatkan 56 pertanyaan dari penyidik. Kuasa hukum Abraham, Daniel Winarta, mengungkapkan bahwa mayoritas pertanyaan yang diberikan penyidik berkisar pada isi konten dalam podcast Abraham Samad Speak Up yang ditayangkan melalui kanal YouTube.
Namun demikian, Daniel menyayangkan adanya sejumlah pertanyaan yang menurutnya tidak sesuai dengan waktu dan lokasi kejadian yang tercantum dalam surat pemanggilan pemeriksaan.
“Dalam surat panggilan itu dituliskan bahwa kejadiannya terjadi tanggal 22 Januari. Sedangkan, banyak pertanyaan yang dilontarkan oleh penyidik itu berada di luar dari tempus dan lokus delicti yang sudah ditulis dalam surat panggilan,” kata Daniel di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Rabu (13/08/2025).
Ia menilai ketidaksesuaian tersebut dapat mengarah pada bentuk kriminalisasi dan juga dianggap sebagai bentuk pembatasan terhadap kebebasan berekspresi di ruang digital.
Di sisi lain, Abraham Samad menyampaikan apresiasi atas dukungan yang diberikan masyarakat selama ia menjalani proses pemeriksaan.
Ia juga menjelaskan bahwa lamanya pemeriksaan turut disebabkan karena ia harus menandatangani sebanyak 24 rangkap Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
Mantan Ketua KPK periode 2011–2015 tersebut menyebut bahwa sebagian besar pertanyaan yang diajukan tidak secara langsung berkaitan dengan peristiwa yang terjadi pada 22 Januari 2025. Sebaliknya, pertanyaan justru berfokus pada isi dari podcast-nya yang melibatkan sejumlah narasumber.
“Selain tidak sesuai dengan KUHAP, dia juga melanggar prinsip-prinsip hak asasi manusia. Tapi walaupun demikian, kita tetap menandatangani BAP tadi yang terdiri dari 24 rangkap,” kata Abraham.
Berdasarkan hal itu, Abraham menilai bahwa pemeriksaan terhadap dirinya tidak sesuai dengan aturan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), karena lokasi dan waktu kejadian yang dijadikan dasar pemanggilan tidak sesuai dengan materi yang ditanyakan selama pemeriksaan.
(Saepul)