JAKARTA, PANJIRAKYAT: Pengusaha energi Muhammad Riza Chalid, resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung dalam kasus dugaan korupsi terkait tata kelola minyak mentah nasional periode 2018–2023.
Adapun penetapan tersangka diumumkan melalui Surat TAP-49/F.2/Fd.2/07/2025 dan Surat Perintah Penyidikan PRIN-53/F.2/Fd.2/07/2025 tertanggal 10 Juli 2025.
Sosok yang dijuluki “The Gasoline Godfather” diduga melakukan intervensi terhadap kebijakan tata kelola minyak dan menghilangkan skema kepemilikan aset dalam kontrak kerja sama penyewaan Terminal BBM Merak milik Pertamina.
Ia disebut berperan aktif bersama tiga tersangka lainnya berinisial HB, AN, dan GRJ dalam menyusun kontrak penyewaan jangka panjang selama 10 tahun dengan harga yang dinilai tidak wajar.
Latar Belakang Riza Chalid
Riza Chalid dikenal sebagai pengusaha berpengaruh di sektor energi nasional dan regional. Ia merupakan pemilik PT Orbit Terminal Merak (OTM) dan memiliki jaringan bisnis yang luas, terutama di sektor impor dan distribusi minyak bumi.
Namanya mulai dikenal luas sejak era 2000-an lewat keterlibatannya di Pertamina Energy Trading Limited (Petral), anak perusahaan Pertamina yang berbasis di Singapura. Lewat Petral, Riza disebut memiliki pengaruh besar dalam pengadaan minyak untuk kebutuhan dalam negeri.
Bisnis minyak yang dikelolanya disebut-sebut mencapai nilai US$30 miliar per tahun, dengan jaringan internasional lewat perusahaan-perusahaan seperti Supreme Energy, Paramount Petroleum, Straits Oil, dan Cosmic Petroleum.
Rekam Jejak
Meskipun jarang muncul di ruang publik, nama Riza Chalid kerap menjadi sorotan. Pada 2015, majalah Globe Asia mencatat kekayaannya mencapai US$415 juta dan menempatkannya sebagai orang terkaya ke-88 di Indonesia saat itu.
Riza juga pernah terseret dalam skandal politik besar “Papa Minta Saham” tahun 2015 yang melibatkan elit politik dan petinggi perusahaan tambang. Skandal tersebut menambah panjang daftar kontroversi yang menjeratnya selama dua dekade terakhir.
Dalam kasus terbaru ini, Kejagung mendalami potensi kerugian negara akibat manipulasi kontrak penyewaan Terminal BBM Merak, yang diduga berlangsung selama lima tahun terakhir. Kontrak yang disusun disebut tidak mencerminkan kondisi riil kepemilikan aset dan dinilai merugikan negara secara sistematis.
“Penetapan ini merupakan bagian dari komitmen kami dalam membongkar mafia minyak di Tanah Air,” kata seorang sumber internal Kejaksaan yang enggan disebutkan namanya.
(Saepul)