JAKARTA, PANJIRAKYAT: Debat kedua pemilihan kepala daerah atau Pilkada Jakarta, calon wakil gubernur Jakarta nomor urut 3 Rano Karno mendapatkan serangan pertanyaan dari calon gubernur (cagub) nomor urut 1 Ridwan Kamil dan cagub nomor urut 2 Dharma Pongrekun.
Komisi Pemilihan Umum (KPU mengadakan kedua ini dengan tema Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial, yang digelar di Beach City International Stadium (BCIS), Jakarta, Minggu (28/10/2024).
Tema tersebut terbagi atas enam subtema, yakni infrastruktur terintegrasi dan pelayanan dasar prima, pendidikan dan kesehatan.
Rano tak menampik, bahwa pasangannya dalam Pilgub DKI Jakarta 2024, Pramono Anung memiliki jam terbang tinggi daripada dirinya pada pemerintahan. Ia pun berharap Pramono bisa mengubah Jakarta.
“Berbicara pengalaman, Pramono Anung lebih unggul, makanya saya minta dia menjadi gubernur. Mudah-mudahan bisa mengubah Jakarta jauh lebih maju,” ujar Rano Karno.
Pernyataan itu, untuk menegaskan jawaban dari pertanyaan Ridwan Kamil, yang menyoroti pengalamannya selama memimpin Provinsi Banten.
Awalnya, Ridwan Kamil mempertanyakan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Banten turun selama Rano menjabat sebagai Gubernur Banten. Mantan Gubernur Jawa Barat itu bertanya kenapa IPM Banten bukannya stabil, namun malah turun 0,07.
Selain itu, eks Gubernur Jawa Barat tersebut, ikut menyoroti tentang tingkat pengangguran terbuka turun 0,8 persen.
Ia mengklaim, dapat menurunkan tingkat pengangguran terbuka sebesar tiga persen. Dengan begitu, kata Ridwan Kamil, Jakarta membutuhkan pemimpin yang berpengalaman.
Menjawab hal itu, Rano menjadi Gubernur Banten hanya 1 tahun, itu pun hanya menggantikan Ratu Atut.
“Saya jadi gubernur hanya satu tahun. Tahun 2012-2013 menjadi wakil gubernur, 2013-2015 menjadi Plt. Gubernur Banten. Banten ini aneh, sejak lepas dari Jawa Barat pada 2000, sampai hari ini Kapolda di Banten ada dua yakni Kapolda Banten dan Kapolda Metro, Pangdam juga 2 (Pangdam Siliwangi dan Pangdam Jaya). Bisa bayangkan saya harus berkoordinasi dengan kondisi ini,” kata Rano.
Seumpama, kata Rano, jika saat itu bisa membenahi Banten, maka hal serupa diyakini dapat dilakukan di kampungnya sendiri, tak lain adalah Jakarta.
“Kalau saya berani membenahi kampung orang di Banten, masa saya tak bisa membenahi kampung saya sendiri, di Jakarta. Kalau saya tak bisa membenahi kampung saya di Jakarta, saya tak akan maju jadi wakil gubernur,” kata pria yang akrab disapa Doel itu.
Begitupun dengan Dharma Pongrekun, ikut menanyakan kebijakan wisatawan Baduy Luar, Banten kepada Doel.
“Penduduk Baduy menolak untuk tempatnya dijadikan destinasi pariwisata. Kalau saya melihat bahwa bapak selama ini adalah orang yang menjaga ketahanan budaya, maka ada sesuatu yang contrary effect dengan yang bapak lakukan. Kenapa itu harus terjadi?” tanya Dharma.
Doel menyatakan, warga Baduy lah yang membuka diri. Ia menyebut, banyak masyarakat dari luar Baduy yang tertarik melihat aktivitas dan upacara adat Baduy.
“Seba itu kunjungan masyarakat Baduy ke pemerintah daerah. Kalau saya menolak, gak mungkin mereka berkunjung. Tapi memang saya membatasi, karena permintaan masyarakat Baduy itu sendiri,” kata Rano.
Doel juga menjelaskan, masyarakat Baduy meminta tak boleh ada Base Transceiver Station atau BTS supaya handphone tidak masuk ke kampung mereka. Namun, masyarakat di Baduy luar punya handphone.
“Salah satu yang saya jaga pada waktu itu, masyarakat Baduy harus berkembang, tapi dia harus dijaga, karena populasi berkunjung tiba-tiba membeludak,” terangnya.
Ia juga menuturkan, masyarakat Baduy mempunyai kebudayaan yang agung dan mereka punya kemampuan untuk mengeksplor dirinya sendiri. Maka dari itu, kala menjadi gubernur harus mendapatkan akomodir.
“Satu, misalnya tadi, acara Seba kami kembangkan menjadi acara pariwisata. Dulu Seba kecil, tapi waktu saya jadi gubernur, yang berkunjung bisa 6 ribu orang, masyarakat Baduy. Dengan ini, masyarakat Baduy dikenal lebih luas,” kata Rano.
Akan tetapi, menurut Doel, hal itu justru membuat masyarakat Baduy merasa resah lantaran jumlah kunjungan wisata di sana membeludak.
“Kembali lagi, saya tidak menolak, tapi memang saya membatasi, karena permintaan masyarakat Baduy itu sendiri,” ujarnya.
(Saepul)